Banyuwangi - Baru-baru ini publik dikejutkan dengan adanya peristiwa viral tragedi Wadas pada hari Selasa 8 Februari 2022, yakni puluhan warga yang menolak pembukaan proyek tambang batu andesit yang diciduk aparat kepolisian karena kesalahan yang tidak jelas.
Perbuatan represif yang dilakukan ratusan personil kepolisian maupun oknum yang terlibat dalam penangkapan puluhan warga Desa Wadas tersebut banyak mendapat kutukan dari berbagai pihak. Pasalnya, unjuk kekuatan aparat kepolisian dengan mengerahkan ratusan personil saat memasuki Desa Wadas layaknya melakukan penyerbuan ke sarang teroris. Parahnya lagi, aksi represif aparat kepolisian dilanjutkan dengan melakukan penangkapan terhadap puluhan warga. Padahal warga yang ditangkap dan diamankan itu adalah warga yang berusaha menjaga kelestarian alam dengan cara tidak mau menjual tanahnya untuk dijadikan lokasi penambangan batu andesit.
Kejadian penangkapan puluhan warga Desa Wadas oleh pihak kepolisian lantaran menolak rencana proyek penambangan batu andesit yang terjadi di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah ini juga mendapat perhatian khusus dari akademisi dan juga pendiri Kaukus Muda Banyuwangi (KMB) Fajar Isnaini. Menurutnya, penolakan yang dilakukan oleh warga Wadas ini sama persis dengan penolakan yang dilakukan oleh warga Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Fajar Isnaini menjelaskan, warga yang menolak tegas rencana penambangan itu bukan tanpa sebab. Warga beranggapan bahwa penambangan akan merusak sumber mata air yang tersisa di wilayah mereka, serta mengancam keselamatan dan kesehatan masyarakat sekitarnya. Selain ancaman bencana alam karena hilangnya keseimbangan siklus alam, kehilangan sumber mata pencaharian juga menjadi alasan yang sangat kuat bagi warga untuk menolak rencana penambangan tersebut.
"Lingkungan hidup adalah sumber kehidupan masyarakat yang berarti bisa disimpulkan bahwa untuk merawat masyarakat harus berbanding lurus dengan merawat lingkungan hidup. Maka dari itu, saya selaku pendiri KMB menyatakan sikap mendukung terhadap aksi warga yang menolak penambangan emas di Gunung Salakan yang IUP nya dikantongi oleh PT. BSI" ucap Fajar.
Fajar berharap, peristiwa yang menimpa warga Desa Wadas yang menolak penambangan jangan sampai terjadi di Kabupaten Banyuwangi, khususnya warga Pancer yang saat ini juga melakukan penolakan terhadap rencana penambangan emas di Gunung Salakan. "Semoga tindakan represif aparat keamanan dalam hal ini kepolisian tidak terjadi di Banyuwangi, " katanya.
Seharusnya para stakeholder di Kabupaten Banyuwangi ini lebih peka dan bijak mengambil langkah ketika terjadi gejolak di masyarakat. Pasalnya, ada kontradiksi dari penelitian yang dilakukan dengan keadaan masyarakat yang telah hidup disana sangat lama dan sudah sangat mengenal wilayahnya dengan baik. Dengan begitu, bisa dilihat bahwa dalam beberapa waktu kedepan apabila penambangan tetap dilakukan, dapat dipastikan akan ada satu habitat yang rusak. "Jika kerusakan itu terjadi, maka seluruh kehidupan yang pernah ada di wilayah tersebut pasti kacau, yang bahkan bisa punah. Itu artinya, citra pro rakyat yang dibangun selama ini gugur begitu saja ketika para Stakeholder terkait justru tidak menghiraukan keselamatan lingkungan hidup, " tutur Fajar Isnaini kepada wartawan publikbanyuwangi.com, Selasa (15/02/2022).
https://youtube.com/shorts/HOVsmm4x57g?feature=share
Baca juga:
Catatan Akhir Tahun KPK Menyongsong 2022
|
Sebagai penutup, masa depan sangat erat berhubungan dengan keselamatan lingkungan hidup hari ini. Lingkungan hidup akan menentukan keselamatan sebuah ekosistem di wilayah tersebut dan juga keberlangsungan sebuah negara di masa depan. Dengan kejadian di Desa Wadas ini membukakan mata kita untuk tidak lagi terkecoh dengan pencitraan yang dibangun pihak-pihak yang menginginkan keuntungan saja dari kegiatan penambangan yang dipublikasikan melalui media-media yang sudah ada ikatan jalinan kerjasama. (BERSAMBUNG)